**** SELAMAT DATANG DI WEBSITE DETASEMEN PERHUBUNGAN DIVIF 1 KOSTRAD **** Perhubungan tidak memenangkan Pertempuran, tapi... Pertempuran tidak dapat dimenangkan tanpa Perhubungan...!! **** LAKUKAN YANG TERBAIK, DAN TETAP SEMANGAT!! **** CIGHRA APTA NIRBHAYA ****

CYBER WARFARE



CYBER WARFARE

(Sudah Siapkah Kita Menghadapinya?)

Oleh:
                        1.  Ir. Kurdinanto Sarah, M.Sc. (Koordinator ICT Lemhannas RI)
                        2.  Kolonel Sus Dr. Ir. Rudy AG. Gultom, M.Sc. (Kabag Multimedia Biro
                        Telematika  Lemhannas RI)


Pendahuluan

Laju perkembangan teknologi informasi dewasa ini, menyebabkan penggunaan fasilitas chatting, facebook, twitter dan jaringan sosial media lainnya di Internet tidak lagi hanya milik “anak gaul” saja. Saat ini, tentara yang sedang bertempur di medan perang yang dilengkapi komputer laptop juga dapat melakukan fasilitas tersebut sebagai bagian dari sistem komando dan kendali (Siskodal). Itulah fakta dari kondisi perang canggih cyber warfare yang dilaksanakan dewasa ini di berbagai belahan dunia. Sementara kegiatan komunikasi melalui fasilitas email, chatting, facebook, twitter dan lainnya, sebenarnya hanyalah visualisasi dari sebagian kecil kemampuan dalam perang cyber warfare.


Sekilas Cyber Warfare

Cyber warfare (Cyberwar), merupakan perang yang sudah menggunakan jaringan komputer dan Internet atau dunia maya (cyber space) dalam bentuk strategi pertahanan atau penyerangan sistim informasi lawan. Cyber warfare juga dikenal sebagai perang cyber yang mengacu pada penggunaan fasilitas www (world wide web) dan jaringan komputer untuk melakukan perang di dunia maya.

Kegiatan cyber warfare dewasa ini sudah dapat dimasukan dalam kategori perang informasi berskala rendah (low-level information warfare) yang dalam beberapa tahun mendatang mungkin sudah dianggap sebagai peperangan informasi yang sebenarnya (the real information warfare).

Seperti contoh, pada saat perang Irak-AS, disana diperlihatkan bagaimana informasi telah diekploitasi sedemikian rupa mulai dari laporan peliputan TV, Radio sampai dengan penggunaan teknologi sistim informasi dalam cyber warfare untuk mendukung kepentingan komunikasi antar prajurit serta jalur komando dan kendali satuan tempur negara-negara koalisi dibawah pimpinan Amerika Serikat.

Berbagai aksi cyber warfare atau cyber information, berupa kegiatan disinformasi atau propaganda oleh pasukan koalisi yang telah terbukti menjadi salah satu faktor peruntuh moril dari pasukan Irak.

Di dalam konsep cyber warfare, penggunaan teknologi sistim informasi dimanfaatkan untuk mendukung kepentingan komunikasi antar prajurit atau jalur komando yang difasilitasi oleh satu sistem komando kendali militer modern, yaitu sistem NCW (Network Centric Warfare).

Apakah Network Centric Warfare (NCW) itu?

Network Centric Warfare (NCW) merupakan konsep Siskodal operasi militer modern yang mengintegrasikan seluruh komponen atau elemen militer ke dalam satu jaringan komputer militer NCW berbasis teknologi satelit dan jaringan Internet rahasia militer yang disebut SIPRNet (Secret Internet Protocol Router Network).

Dengan adanya teknologi NCW yang didukung infrastruktur SIPRNet, berbagai komponen atau elemen militer di mandala operasi dapat saling terhubung (get connected) secara on-line system dan real-time, sehingga keberadaan lawan dan kawan dapat saling diketahui melalui visualisasi di layar komputer atau laptop.

Keterhubungan secara elektronik berlaku mulai dari tataran strategis, taktis hingga operational dari suatu operasi militer gabungan, mulai dari para panglima perang di markas komando atau para komandan pasukan di Puskodal hingga ke unit-unit pasukan tempur di medan pertempuran. Dengan adanya teknologi Internet SIPRNet serta penggunaan satelit mata-mata dan satelit GPS, memungkinkan NC memvisualisasikan seluruh kegiatan operasi militer gabungan yang sedang berlangsung di medan pertempuran (battle field) ke layar lebar ruang yudha (military operation room), yang mungkin jaraknya terpisahkan ribuan kilometer jauhnya. Maksudnya, pusat komando dapat secara on-line system dan real-time mengendalikan operasi militer yang sedang berlangsung secara jarak jauh (remotely).

Berbagai informasi tempur digital (video, grafik, peta, suara, data dan sebagainya) yang tersedia terkait dengan pelaksanaan operasi militer gabungan, tidak hanya dapat di akses oleh para Pimpinan di markas komando saja, tetapi juga dapat diteruskan (information sharing) ke seluruh komandan unit pasukan tempur di lapangan.


Tujuan utama dari NCW, dalam lingkup Siskodal, adalah tercapainya keunggulan informasi (information superiority) sehingga dapat membantu Panglima Perang atau Komandan Pasukan mengambil keputusan (decision making) secara tepat, cepat dan akurat guna memenangkan suatu pertempuran (battle).

Namun, konsep NCW hanya dapat diimplementasikan dengan cara melakukan revisi atau penyesuaian doktrin operasi militer gabungan terlebih dahulu, sebagai acuan dalam penyelenggaraan operasi militer gabungan (joint military campaign). Hal ini dimungkinkan karena doktrin operasi militer selalu bersifat dinamis menyesuaikan laju perkembangan zaman dan perkembangan lingkungan global.

Di dalam doktrin operasi militer gabungan, siskodal NCW “mengharuskan” seluruh elemen atau komponen militer beroperasi secara bersama-sama (interoperability) di dalam suatu Joint Task Force Command (JTFC). Sehingga konsep NCW pada akhirnya akan merubah paradigma militer lama yang menyatakan bahwa suatu medan pertempuran dapat dimenangkan hanya oleh satu komponen militer saja.


Implementasi NCW Oleh AB Amerika di Irak (Operation Iraqi Freedom)

Tidak banyak diketahui publik, bahwa 5 jam sebelum jam “J”, hari “H”, tanggal 19 Maret 2003, atau sesaat sebelum pasukan koalisi menginvasi Irak dalam misi Operation Iraqi Freedom, terjadi perubahan rencana operasi militer secara mendadak.


Hal ini bermula ketika pihak intelijen Amerika secara tiba-tiba menerima laporan intel dari informannya di Baghdad, yang menyebutkan bahwa dia mengetahui secara pasti lokasi menginap penguasa Irak Saddam Husein.

Dalam hitungan menit Informasi berharga tersebut sudah masuk ke Markas Komando Gabungan Pasukan Amerika (US Join Task Force Command) untuk dibahas sekaligus diambil tindakan yang diperlukan. Hasil keputusan rapat komando adalah perubahan rencana operasi dengan memerintahkan penyerangan langsung (direct physical attack) terhadap gedung bertingkat yang diyakini tempat menginap Presiden Irak Saddam Husein.

Harapannya, dengan sekali serangan mematikan yang bombastis dapat membunuh Sadam Husein sehingga misi Operation Iraqi Freedom tidak perlu dilaksanakan. Seluruh informasi tentang gedung termasuk lantai dan kamar yang menjadi target telah diketahui secara pasti, termasuk posisi lokasi dan koordinat gedung yang didapat secara akurat melalui penginderaan satelit mata-mata Amerika.

Menindak lanjuti perubahan rencana tersebut, pusat komando JTFC melalui jalur siskodal NCW via saluran Internet MiliterSIPRNet, memerintahkan Komandan Skadron Udara Pembom Siluman (Stealth Fighter) di Maladi Air Force Base - Qatar, untuk segera menerbangkan 2 (dua) Stealth dengan muatan bom JDAM (Joint Direct Attack Munition) yang terkenal sangat akurat karena dipandu Satelit GPS.

Target pengeboman adalah satu gedung bertingkat di kota Baghdad yang diyakini tempat menginap Sadam Husein. Perintah lainnya diberikan kepada beberapa Komandan Kapal Perang dan Kapal Selam Amerika yang sedang beroperasi disekitar perairan teluk untuk segera meluncurkan sebanyak 40 (empat puluh) rudal penjelajah Tomahawk dengan target yang sama. 

Seluruh kegiatan siskodal serta komunikasi Digital antara markas komando dengan pesawat Stealth dan Kapal Perang serta Kapal Selam Amerika menggunakan siskodal NCW via saluran Internet Militer SIPRNet serta satelit GPS dimana pergerakan bom JDAM dan Rudal Tomahawak di atas wilayah udara Irak dapat dipantau detik demi detik dari pusat kontrol kontrol NCW di Washington DC.


Ketika subuh menjelang, seluruh bom JDAM dan rudal Tomahawk secara seketika dan bersamaan menghantam gedung bertingkat yang menjadi target tersebut. Dapat dibayangkan, dalam sekejap seluruh gedung bertingkat hancur luluh berantakan. Memang misi penghancuran (direct attack) yang dipandu oleh siskodal NCWtersebut berhasil dengan sukses dan gemilang.

Ironisnya...Presiden Sadam Husein tidak jadi menginap di Gedung bertingkat tersebut!. Namun, kisah tersebut di atas menunjukkan kepada dunia bagaimana Angkatan Bersenjata Amerika Serikat telah mampu mengaplikasikan siskodal NCWdalam medan tempur sesuai tuntutan doktrin militer terbaru mereka yaitu Doktrin Transformasi Militer.



Doktrin Militer dalam Cyber Warfare

Dalam mengimplementasikan cyber warfare dalam doktrin militer, berbagai angkatan bersenjata atau militer di berbagai negara melakukan penyesuaian akan hal tersebut. Angkatan Bersenjata Amerika mengikutinya dengan membuat Doktrin Transformasi Militer AB Amerika yang merupakan perubahan atau revisi dari doktrin militer lama dengan tujuan menghadapi perubahan situasi medan tempur di abad 21 atau modern warfare.

Doktrin Transformasi Militer ini dicetuskan pertama kali pada tanggal 11 Januari 2001, oleh Donald Rumsfeld selaku US Secretary of Defense, yang menginginkan postur AB Amerika yang lebih efektif, efisien dan modern.

Harapannya, pada perang modern masa depan AB Amerika tidak perlu mengerahkan pasukan dalam jumlah besar untuk memenangkan suatu pertempuran, tetapi cukup mengerahkan pasukan yang lebih sedikit (proporsional) namun lebih efektif dan efisien didukung sistem kodal berbasis NCW yang modern dan saluran Internet Militer SIPRNet.

Di dalam Doktrin Transformasi Militer AB Amerika Serikat terdapat 3 (tiga) kemampuan kunci sebagai tulang punggung, yaitu: Knowledge, Speed and Precision. Pengertian dari Knowledge (IT Based knowledge) adalah kemampuan untuk mempelajari sekaligus mengimplementasikan pengetahuan teknologi informasi dan sistem informasi seperti sistem satelit, sistem GPS, sistem komunikasi digital, sistem jaringan komputer dan fasilitas Internet kedalam satu sistem komando dan kendali terintegrasi medan tempur (integrated battle field command & control system). Hal tersebut sudah di aplikasikan AB Amerika dalam teknologi NCW yang didukung infrastruktur Internet rahasia SIPRNet dan satelit militer.

Pengertian Speed (Strategic Speed), maksudnya kemampuan untuk mengerahkan pasukan dan peralatan militer Amerika dan koalisinya ke berbagai lokasi yang menjadi target di seluruh belahan dunia secara cepat (rapidly).

Sedangkan Precision, yang dimaksud adalah kemampuan untuk menghancurkan target operasi militer secara tepat (precisely) guna menghindari korban dari kalangan sipil yang tidak berdosa (non combatant).

Doktrin baru tersebut dapat diimplementasikan terutama dengan terus dikembangkannya bom-bom pintar (smart boms) oleh AB Amerika. Saat itu Amerika telah berhasil membuat satu jenis bom tercanggih dan sudah dipergunakan di Irak, bom tersebut bernama bom JDAM (Joint Direct Attack Munition), dimana sistim kontrol dan kendalinya yang mutakhir dipandu oleh satelit GPS AB Amerika Serikat.

Memang pada saat disampaikan oleh US Secretary of Defence Donald Rumsfeld di depan Kongres, doktrin NCW tersebut masih berupa wacana atau teori saja. Namun situasi berubah secara drastis, ketika Teroris berhasil melakukan serangan bunuh diri menggunakan pesawat sipil tanggal 11 September 2001 (dikenal dengan istilah 911) ke gedung WTC dan Markas AB Amerika di Pentagon.

Sehingga dalam rangka kampanye mengejar Teroris ke ujung dunia (Global War on Terrorism), Pemerintah Amerika melalui AB nya mulai mengimplementasikan Doktrin Transformasi melalui uji coba latihan gabungan militer Amerika terbesar di bulan Juli 2002.

Latihan tersebut melibatkan sebanyak 30.000 ribu pasukan yang dibagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama adalah pasukan Amerika dan koalisi sedangkan kelompok kedua adalah kelompok Teroris atau negara yang dianggap Amerika mendukung terorisme.

Dalam operasi militer gabungan tersebut konsep baru siskodal NCW diperkenalkan dan diuji coba pertamakali, namun di tengah jalan latihan terpaksa diulang (re-set) karena belum semua elemen atau komponen militer dapat berintegrasi, berinteraksi serta berinteroperasi (interoperability) di dalam sistem komando dan kendali NCW yang baru tersebut.

Namun, pada akhir latihan gabungan, siskodal NCW hanya dianggap sebagai bentuk pengetahuan baru atau pemahaman baru saja bagi pasukan Amerika, daripada menentukan suatu kemenangan atau kekalahan.

Sistem kodal NCW juga pernah diuji coba di medan tempur secara terbatas pada operasi militer Enduring Freedom di Afganistan tahun 2002, dalam rangka menangkap tokoh Al Qaeda yaitu Osama bin Laden serta menggulingkan pemerintahan Taliban yang dianggap pro Teroris oleh Amerika.

Namun secara faktual, siskodal NCW dalam konteks operasi militer gabungan AB Amerika dan Koalisinya, baru pertama kali diaplikasikan pada saat Operation Iraqi Freedom tanggal 19 Maret 2003.


Kemungkinan Penerapan Cyber Warfare dalam Siskodal TNI

Setelah membaca uraian singkat tentang cyber warfare diatas, kemudian muncul suatu pemikiran, bagaimana kemungkinan untuk menerapkan siskodal NCW di lingkungan Tentara Nasional Indonesia.

Secara teori pada prinsipnya hal tersebut sangat dimungkinkan, apabila melihat berbagai potensi, kapabilitas dan infrastruktur komunikasi serta jaringan komputer Internet yang dimiliki TNI saat ini.

Berbagai potensi dibidang Air Power, Territory, Maritime, ISR (Intelligence, Surveillance & Reconaisance), Komnika, Pernika, Infolahta serta potensi kemampuan sumber daya personil militer dan pasukan tempur yang dimiliki TNI, merupakan modal dasar yang kuat dan cukup signifikan.

Sehingga dengan optimis dan berkeyakinan positif, bukanlah merupakan satu hal yang berlebihan jika suatu saat siskodal seperti NCW juga dapat diimplementasikan dalam operasi militer gabungan TNI dalam rangka menghadapi cyber warfare.

Beberapa kegiatan memang perlu dilakukan untuk merealisasikan hal tersebut, seperti melakukan riset bidang militer secara intensif dan komprehensif, tentunya didukung dana riset yang mencukupi, untuk membuat suatu terobosan siskodal TNI berbasis NCW, yang didisain khusus untuk keperluan militer.

Hal ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan operasi militer gabungan TNI, seluruh matra TNI beserta elemen dan komponen yang terkait dapat berintegrasi, berinteraksi serta berinteroperasi (interoperability) dalam satu kodal (unity of command) berbasis teknologi sistem informasi, seperti pada siskodal berbasis NCW.

Tidak dapat dihindari lagi, di masa depan ketika cara berperang atau jenis konflik sudah berubah dari konvensional menuju ke bentuk perang cyber warfare, maka TNI pun dituntut kesiapannya mengimplementasikan teknologi perang modern guna menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


Penutup

Sebagai penutup, menarik untuk dicermati kenyataan bahwa setelah beberapa tahun pasca perang modern dewasa ini, seperti yang telah dilakukan oleh pasukan Amerika dan koalisinya (NATO) dipelbagai operasi militer di berbagai negara (Irak, Afganistan, Somalia, Serbia dan Bosnia), ternyata belum menjamin keberhasilan menguasai keadaan atau kontrol situasi secara keseluruhan (absolut).

Pasca tertangkapnya Presiden Irak Sadam Husein di dalam salah satu bunker bawah tanah, atau setelah tewasnya pimpinan gerilyawan Irak, Abu Musab Al-Zarqawi, terutama dengan terbunuhnya Osama Bin Laden dalam berbagai serangan pasukan Amerika, terbukti bahwa justru perlawanan serta resistensi terhadap tentara Amerika dan koalisinya (NATO) lebih semarak lagi.

Memang tidak dapat dipungkiri pada saat diinvasi oleh pasukan Amerika dan koalisinya, tentara Irak tidak dapat memberikan perlawanan tempur yang berarti menghadapi teknologi persenjataan militer tercanggih di dunia saat ini. Apalagi didukung siskodal NCW yang modern di medan pertempuran, semakin membuat pasukan Irak kocar-kacir tak berdaya.

Namun situasi berubah cepat, bentuk model baru perlawanan bermunculan, tentara Amerika dan koalisi saat ini menghadapi jenis medan pertempuran yang sama sekali diluar perkiraan, yaitu taktik perang gerilya dalam kota (hit & hide), bom-bom mobil dan pasukan bom bunuh diri, yang berdampak tidak hanya banyak memakan korban Tentara Amerika dan koalisinya, namun termasuk penduduk sipil yang tidak berdosa (non combatant).

Sehingga muncul satu pertanyaan, apakah hanya dengan teknologi militer yang modern yang diimplementasikan dalam konsep perang cyber warfare sudah dapat memenangkan suatu perang ? (It is true, that the most advanced military technology in cyber warfare may win the Battle…but can it win the War ?).